Thursday, July 12, 2007

Selamat Jalan Taufik Savalas

Saya memang hanya mengenalnya sebatas nonton di tv. Tapi, itu sudah cukup membuat saya sedikit punya pikiran positif tentang bagaimana hidup dan jalan pikirannya seorang Taufik. Ada beberapa hal yang dapat diteladani dari seoarng Taufik. Dari penuturan beberapa sahabat dan tetangganya (sekali lagi, saya tahunya cuma lewat tv), dia orang yang tidak membeda-bedakan orang, mau dari golongan atas, bawah, tengah, samping, dsb. Dia juga sangat berjiwa sosial; suka memberi santunan kepada anak yatim (sungguh mulia), orang-orang jompo, orang miskin. Taufik juga dikenal rendah hati, berangkat dari hidupnya yang secara ekonomi jelas di bawah (jadi kondektur), jelas membuatnya lebih berempati terhadap orang-orang susah. Yang sangat bagus dari prilakunya juga dia seorang yang pandai bersyukur, dan taat menjalankan agama Islam.

Sebenarnya secara duniawi, paling tidak ini pengamatan saya (sekali lagi cuma dapat dari tv), Taufik sudah menikmati semua kenikmatan yang ada di dunia ini. Harta, keluarga, anak, populer, kendaraan, naik haji, semuanya sudah dimilikinya.

Dari pandangan mata saya, berpulangnya Taufik memang sudah kehendak-Nya, sudah takdir-Nya. Siapapun tidak ada yang dapat menolak ketika malaikat Ijroil, sang malaikat kematian, datang menjemput. Ya, begitu juga dengan Muhammad Taufik atau Taufik Savalas, semua memang sudah dapat jatahnya. Tinggal dengan cara apa kita akan melewati gerbang kematian. Apakah dengan cara sakit, jatuh, kecelakaan, atau mungkin ketika tidur, atau bisa jadi juga hanya karena terpeleset di kamar mandi. Wallahua'lam, hanya Allah swt yang maha tahu akan rahasia kematian makhluk-Nya.

Bagi saya, kemtian seorang Taufik Savalas, seperti sebuah peringatan, bahwa kematian itu datangnya bisa kapan saja. Bahkan ketika kita mencari nafkah, di kantor, di tempat hiburan, atau ketika di jalan seperti yang terjadi pada saudara kita, Taufik Savalas. Padahal ketika di jalan itupun sang pengemudi yang membawa rombongan Taufik sama sekali tidak melanggar aturan lalu lintas, tidak mengebut, tidak mengantuk. Semua sesuai aturan dan baik-baik saja. Tapi, ajal datang tanpa diundang, maut menjemput tanpa diduga. Kita yang hidup baik-baik saja di dunia ini, memang seperti diingatkan, tentang kematian dan takdir Allah.

Semoga Taufik Savalas termasuk orang yang disayang Allah, karena dia harus menghadap-Nya di usia yang masih produktif, 41 tahun. Semoga kerinduannya akan kampung akhirat, yang sangat tergambar ketika pergi berhaji dan menyantunji anak yatim (seperti yang terlihat di tv) , menjadikannya lebih tenang di alamnya yang sekarang. Selamat jalan mantan kondektur, selamat jalan komedian kita, selamat jalan sang pembawa acara Asal, selamat jalan mantan presiden BBM. Selamat jalan orang baik. Semoga engkau tenang di sana. Amiiiiieeeen.

Monday, July 02, 2007

SURAT TENTANG POLIGAMI UNTUK OM MALIK, SAHABATKU

Alhamdulillah om malik... saya baik2 saja, sehat walafiat.
Yahhh, emang sih banyak yang pro kontra di kalangan Islam
sendiri ttg poligami. Padahal dasarnya sudah jelas mubah
(boleh). Sebenarnya ini sudah cukup untuk jadi acuan tanpa
perlu diperdebatkan lagi.
Kalau saya sendiri, pernah sedikit belajar ttg kenapa Nabi
Muhammad saw berpoligami. Ternyata... beliau itu motivasinya yg
berbeda dengan kebanyakan orang yg sekarang berpoligami. Nabi
lebih menggunakan pemikiran, strategi dan logika ketika beliau
melakukannya.
Lihat saja bagaimana beliau menjadikan poligami sebagai
strategi untuk lebih menyebarkan Islam, meraih banyak pendukung
dari suatu kaum yg semula memusuhinya (strategi).
Beliau berpoligami juga dengan tujuan sosial, misalnya dengan menikahi janda2
tentara yg mati syahid, orang2 miskin, untuk lebih merekatkan
persaudaraan ketika menikahi Aisyah (pemikiran dan logika).
Sungguh ini di luar jangkauan alasan nafsu sama sekali. Bagaimanapun
juga Nabi kita adalah dapat jaminan maksum, yaaa tentunya om Malik lebih
tahu.
Tapi lihat sekarang om... motivasi orang berpoligami sudah
berbeda, sudah lain dengan nabi junjungan kita, Nabi Muhammad
saw.
Dalam hal ini saya juga tidak mau menyalahkan Yth Aa Gym, saya
yakin beliau sudah paham ilmunya berpoligami, kyai sekaliber
beliau sudah sangat mampu untuk itu.
Tapi... kalau dilihat dampaknya om... masya Allah....umat Islam
Indonesia sekarang ini sudah kehilangan figur pemersatu semacam
Aa Gym. Dulu... para petinggi negara, pengusaha termasuk
kepala2 stasiun tv sangat segan dan mendengar
apa yg dinasehatkan beliau, sehingga dalam siarannya sangat
menjaga agar tidak menyentuh pornografi. Tapi...pasca Aa Gym
berpoligami, masya Allah om... lihatlah tv-tv swasta semakin
ugal2an dalam mengekspos hal2 yg berbau seks. Sehingga benarlah apa yang dikatakan budayawan Ismail Marzuki,
kita sudah dikepung oleh pornografi dan semua hal yang berbau
seks. Tayangan semacam seleb mendadak dangdut, infotaintment2
gosip, acara tukul, acara2 lativi, tayangan2 tengah malam, dan hampir semuanya sudah
hampir tampil tanpa malu2, tanpa segan lagi trhadap nasehat2 yg
disampaikan aa Gym. Apa ini yg dikatakan Aa GYm sebagai
hikmah??? saya yakin bukan, sekali lagi...BUKAN !!!
Kalau saya pribadi sekali lagi om... kalau kita sebagai muslim,
sudah seharusnya untuk sangat menghargai mereka yg berpoligami. Tapi yg harus diingat adalah DAMPAK,
Lebih banyak manfaat atau mudhorotnya. Lihatlah Nabi...beliau
melakukannya jelas dengan sangat memperhatikan dampak.
Terbukti, banyak kaum2 yg tadinya musuh jadi kawan, banyak yg
tadinya janda2 miskin jadi terangkat ekonominya. Dan ini juga
sangat sesuai dengan budaya orang Arab waktu itu. Tapi...
lihatlah di Indonesia ini, lebih banyak manfaat atau mudhorot
yang om malik lihat???
Maaf om... kalau ada kata2 saya yang menyinggung, bukan maksud
saya untuk melakukannya.
Sekali lagi pada prinsipnya, benar secara hukum jelas poligami
dibolehkan, tapi alangkah bijaknya kita juga
memperhatikan dampak yg ditimbulkan, tidak saja memperhatikan
dampak psikologis perasaan si istri yg jelas2 hancur berkeping2
melihat cinta suaminya terbagi dengan wanita lain, tapi juga
dampak psikologis bagi anak2, juga dampak ekonomisnya.
Sekian om malik, terima kasih and keep smiling... n bersama kita
menjaga Islam sampai mati. Wallahua'lam.
Wassalamualaikum wr wb.


Olish Faris

Monday, February 05, 2007

JAKARTA OH... JAKARTA

Banjir yang terjadi di ibukota Jakarta, sudah seminggu ini terjadi. Sepertinya ibukota kita ini, sudah sangat parah. Headline harian Kompas memuat foto keadaan Jakarta yang mengahabiskan setengah halaman, dengan judul JAKARTA DARURAT. TV-TV nasional seolah berubah semua menjadi TV lokal, semua permasalahan di daerah, sangat minim ditayangkan. Semuanya berita tentang banjir Jakarta. Sepertinya memang sudah sangat parah keadaannya.
Sebagai anak bangsa, kita sudah sepatutnya mengelus dada, dan mendoakan agar banjir segera surut. Bagaimanapun juga orang-orang yang tinggal di Jakarta juga saudara-saudara kita. Semoga ada banyak hikmah yang bermunculan setelah kejadian banjir ini. Mungkin yang paling tampak sekarang adalah jumlah orang-orang yang semula punya impian untuk kerja atau tinggal di Jakarta, jadi berkurang. Hikmah lainnya standar saja, setiap ada musibah yang datang biasanya menumbuhkan keinginan untuk kembali ke jalan yang benar; mengingat Tuhan, dan bertobat. Coba kalau yang satu ini dijalankan oleh semua elemen masyarakat, kita akan melihat hasilnya.
Mungkin orang-orang yang biasa hidup di dunia gelap sperti; narkoba, korupsi, seks, streaptease, warung remang-remang, prostitusi tingkat tinggi, taman lawang (apa kabar teman2?), menjadi sadar bahwa hidup yang serba mewah bisa dengan cepat berubah. Sudah pernah baca kan buku best seller Jakarta Undercover (pha kabar Emka?). Begitu hebatnya kan kehidupan metropolitan Jakarta? Semuanya ada, mau pesta apa saja bisa, asal ada uang pasti jalan.
Tentunya sangat di luar dugaan, Jakarta yang semula ramai dengan kendaraan bisa berubah lengang, jalan-jalan berubah menjadi sungai karena bencana banjir. Kendaraan-kendaraan banyak yang tidak bisa melenggang lagi di jalanan. Rumah-rumah hanya tinggal atap (untuk sejumlah tempat). Sungguh memprihatinkan. Sepertinya, semangat orang-orang yang menggebu-gebu untuk bekerja di Jakarta, sepertinya mulai banyak menyusut. Coba kita lihat saja.
Bagaimanapun juga banjir Jakarta tahun ini merupakan banjir terparah, dari siklus tahunan banjir di ibukota itu. Pemerintah Jakarta harus segera memikirkan langkah ke depan, agar banjir tidak terulang terus-menerus, seolah-olah sudah jadi agenda tahunan.
Kalau tidak dipikirkan dan diantisipasi, bukan tidak mungkin usaha-usaha/industri akan pindah ke kota lain, yang lebih aman dari banjir. Perputaran uang tidak lagi didominasi Jakarta. Bisa jadi ini bagus juga untuk mereka yang tinggal di daerah. Siapa tahu dengan perputaran perekonomian yang pada saatnya nanti tidak lagi terkonsentrasi di Jakarta, dapat lebih mensejahterakan mereka yang ada di daerah atau di luar Jakarta. Kalau sudah begitu, tentunya minat para pencari kerja ke Jakarta juga akan semakin surut, seiring dengan populasi Jakarta yang semakin ramping. Masihkah Anda ingin bekerja di Jakarta?

Wednesday, January 17, 2007




LAGI-LAGI MUSIBAH


Musibah-musibah lagi. Musibah sebenarnya sudah bagian dari hidup. Kita, manusia sudah seharusnya siap dengan segala musibah yang sedang dan akan menimpa. Kehidupan tidak akan lepas dari musibah dan nikmat.Yang jelas, ketika musibah datang, kita berserah diri dan bersabar. Yakinlah, semuanya sudah kehendak-Nya. Ketika nikmat menghampiri, ingat ada orang lain, saudara, teman, yang belum tentu mereka sedang kedatangan nikmat. Berbagilah dengan mereka.


Ingat, jangan sekali-kali merasa bangga sendiri dengan nikmat yang datang. Apalagi tiba-tiba kita menjadi sombong. Intinya, ketika musibah datang bersabarlah, dan ketika nikmat menghampiri haruslah disyukuri. Ini memang mudah diucapkan, apalagi ditulis, tapi ini harus disampaikan mengingat bangsa ini sudah sedemikian banyak menanggung musibah.


Musibah demi musibah datang tak terbayangkan. Yang paling aktual antara lain; hilangnya Adam Air, kereta api yang jatuh ke sungai sekitar Banyumas, kereta anjlok, kapal Senopati Nusantara tenggelam, kecelakaan tol Cipularang, dan entah apalagi musibah yang akan datang menerjang. Tentunya semuanya menyisakan kesedihan yang mendalam bagi keluarga para korban. Mereka kehilangan teman, isteri, suami, anak, adik, saudara, ayah, ibu, kakek, nenek, cucu, paman, atau keluarga pada umumnya.


Bayangkan kalau kita sendiri yang mengalami musibah-musibah itu, atau kita yang sendiri yang kehilangan orang-orang terdekat yang kita cinta da sayangi. Kehilangan seorang ayah yang meninggal secara normal saja terasa begitu sakit dan membuat air mata tumpah, apalagi kehilangan anggota keluarga yang meninggal karena kecelakaan.


Rupanya ini merupakan pelajaran berharga. Ya, di dunia ini yang paling mudah adalah mengambil pelajaran atau hikmah dari segala kejadian yang menimpa. Tapi, sesungguhnya inipun bukan perkara mudah kalau hati kita sedang terkunci oleh segala urusan atau rutinitas yang tiap harinya kita kerjakan. Ini membutuhkan kepekaan batin.


Betul kata Gus Mus, kita tidak boleh gampang menyalahkan. Ini salah siapa, ini salah siapa, apalagi sampai menyalahkan presidennya. Wah, ini konyol namanya. Sungguh tidak logis, dan sangat dangkal. Kalau kita semua introspeksi dan memohon ampun pada Tuhan (Gusmus menyebutnya, tobat nasional, red) mungkin akan sulit untuk dilakukan, tapi kita memang harus mulai memperbaiki diri mulai dari sekarang. Mulailah takut untuk berbuat salah, mulailah takut korupsi, mulailah takut untuk berbuat maksiat, mulailah menghentikan pertikaian dengan saudara sedarah atau saudara sebangsa, stop permusuhan, stop berlaku curang, stop kekerasan, stop kejahatan, stop pencurian kayu di hutan, stop menceritakan kejelekan orang, stop menyakiti perasaan istri, suami, anak-anak, stop berbuat sesuatu yang merugikan orang, dan stop berbuat salah.


Ideal memang kalau semuanya bisa dijalankan. Walaupun kita bukan malaikat, tapi itu semua sangat mungkin bisa diwujudkan, bisa dilakukan, bahkan secara bersama-sama sekalipun. Asalkan kita semua sadar, dan mau menjalankannya. Yang penting niat dan tekad yang kuat, seperti seorang perokok yang menghentikan kebiasaannya merokok, bukan karena dia takut mati, tapi lebih karena dia tidak ingin membuat polusi dan merugikan orang-orang yang ada di sekelilingnya yang merasa terganggu dan terkontaminasi asap rokok.
"Silahkan merokok kalau tidak ada orang di sekitar Anda, silahkan berbuat jahat yang secara cepat atau lambat tidak akan merugikan orang lain." Selamat menjalankan kebaikan !!

(Jogja rakosa, 18 Jan 2007)